Ronggeng Dukuh Paruk adalah judul sebuah novel trilogi yang ditulis oleh penulis asli Banyumas bernama Ahmad Tohari. Trilogi pertama berjudul Ronggeng Dukuh Paruk terbit tahun 1982, dilanjutkan Lintang Kemukus di Dini Hari tahun 1984, dan Jentera Bianglala tahun 1985.
Di tahun 2003, penebit Gramedia Pustaka Utama kembali menerbitkan trilogi ini dengan menggabungkan ke-3 seri menjadi satu dan diberi judul Ronggeng Dukuh Paruk. Sampai dengan tahun 2012, edisi tersebut sudah sembilan kali dicetak ulang. Dalam edisi tersebut penerbit memasukkan kembali beberapa bagian yang disensor di edisi sebelumnya. Ronggeng Dukuh Paruk juga telah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Jepang, Tionghoa, Jerman, Belanda, dan Inggris.
Novel edisi pertama pernah difilmkan pada tahun 1983 dengan judul Darah dan Mahkota Ronggeng dan Sang Penari pada tahun 2011. Film kedua yang dibintangi Prisia Nasution dan Oka Antara berhasil meraih sepuluh nomine Festival Film Indonesia tahun 2011 dan memenangkan empat Piala Citra.
Ilutrasi sampul depan novel: Gramedia |
Cerita dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk mengambil latar tahun 1960-an yang penuh gejolak sosial dan politik di Dukuh Paruk. Tokoh utama dalam novel ini ialah Srintil dan Rasus yang dikisahkan berteman sejak kecil dan setelah dewasa saling jatuh cinta lalu terpisahkan oleh berbagai masalah. Srintil merupakan seorang penari ronggeng sedangkan Rasus seorang tentara.
Sinopsis cerita trilogi Ronggeng Dukuh Paruk antara lain seperti berikut:
1. Ronggeng Dukuh Paruk
Dalam seri pertama trilogi ini menceritakan kehidupan masa kecil Srintil dan Rasus di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk merupakan sebuah desa imajinatif penulis yang digambarkan sebagai desa terpencil di pedalaman Jawa yang penduduknya rata-rata adalah petani miskin, tidak perpendidikan, dan masih memiliki kepercayaan terhadap leluhur. Di desa tersebut, kesenian ronggeng menjadi satu-satunya hal yang bisa dibanggakan. Apabila di tempat lain ronggeng dianggap sebagai sesuatu yang hina, maka di Dukuh Paruk ronggeng telah menjadi sebuah tradisi dan merupakan simbol sosial. Seorang ronggeng menjadi idaman setiap lelaki, karena mendapatkan ronggeng adalah kebanggaan. Namun, kehidupan seorang ronggeng bergantung sepenuhnya kepada lelaki yang mampu membayarnya.
Srintil dikisahkan sebagai seorang perempuan muda cantik yang yatim piatu tetapi memiliki kemampuan luar biasa dalam menari. Sejak kecil Srintil dididik menjadi seorang penari ronggeng. Ia kemudian menjalani sayembara bukak klambu untuk menjadikannya ronggeng seutuhnya. Srintil akhirnya
benar-benar menjadi ronggeng dan primadona di Dukuh Paruk. Warga senang karena kehadiran Srintil menghidupkan lagi kesenian ronggeng.
Sayangnya kesenangan itu tidak dirasakan oleh Rasus yang merasa kecewa karena Srintil menjadi seperti jauh darinya. Rasus kian terluka melihat lelaki-lelaki di desanya berlomba-lomba mendekati teman bermain di masa kecilnya sekaligus wanita yang dicintainya. Srintil berubah, ia telah tenggelam dalam kehidupannya sebagai ronggeng dan perlahan-lahan melupakan Rasus. Rasus menyadari ia tak akan mungkin lagi mendapatkan Srintil sehingga memilih meninggalkan Dukuh Paruk.
2. Lintang Kemukus di Dini Hari
Seri kedua trilogi Ronggeng Dukuh Paruk menceritakan kehidupan Srintil setelah menjadi ronggeng sukses dan Rasus telah menjadi tentara. Dalam kesehariannya sebagai seorang ronggeng, Srintil mau tidak mau harus melayani lelaki-lelaki kaya di pentas ataupun di ranjang. Hal itu dianggap sebagai suatu hal yang istimewa. Bahkan istri dari
lelaki-lelaki yang berebut untuk dilayani Srintil itu senang-senang saja.
Kondisi itu mendadak berubah saat terjadinya tragedi 1965. Warga desa dituduh menjadi anggota partai terlarang sehingga harus dipenjara, begitu juga dengan Srintil dan para seniman ronggeng lainnya. Sementara Dukuh Paruk dihancurkan oleh tentara. Semua karena kenaifan warga menerima orang-orang dari partai terlarang yang dikiranya para pejuang revolusi untuk beraktivitas di dalam desa. Dukuh Paruk menjadi salah satu desa yang ikut terseret dalam aksi penumpasan partai terlarang oleh tentara nasional.
3. Jentera Bianglala
Seri ketiga dan terakhir dalam trilogi menceritakan akhir kisah Srintil dan Rasus. Setelah keluar dari penjara, Srintil merasakan kebimbangan. Ia memiliki keinginan menjadi wanita biasa yang berkeluarga namun sulit. Srintil telah merasakan begitu banyak luka dan derita. Pada titik inilah Srintil bertemu kembali dengan Rasus.
Ronggeng Dukuh Paruk merupakan salah satu novel legendaris bergenre fiksi sejarah yang populer di Indonesia. Ahmad Tohari dengan sangat baik membungkus cerita roman percintaan antara Srintil dan Rasus dengan isu politik, konflik agama dan budaya, dan tragedi kemanusiaan. Secara tersirat di dalam novel ini terdapat kritik sosial.
Demikian ulasan novel Ronggeng Dukuh Paruk. High Recommended 😉
Diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar