Minggu, 22 Januari 2012

5 Fakta tentang Seks Kuno

Seks merupakan salah satu gaya komunikasi yang telah digunakan oleh manusia sejak puluhan ribu tahun lalu, terutama untuk mengungkapkan hasrat cinta. Lalu bagaimanakah perilaku seksual pada zaman kuno?

Nah, berikut ini adalah lima fakta tentang seks di masa kuno.

Ilustrasi  Lingga-Yoni, Arahmaiani, 1994
Sumber: artandmarket.net

1. Simbol-simbol seks
Lingga dan yoni merupakan simbol seks kuno yang sering ditemukan pada candi-candi di nusantara, diantaranya yaitu di Candi Sukuh (Jawa), Prambanan (Jawa), dan Candi Tebing (Bima). Keduanya bernilai sakral dan memiliki makna filosofi mendalam. Lingga adalah simbol maskulinitas, kelelakian, yang mengandung benih atau energi penciptaan. Sedangkan yoni adalah simbol feminitas, kewanitaan, kesuburan. Penyatuan lingga dan yoni dimaknai sebagai simbol penciptaan, kekuatan, dan kesuburan yang mengandung harapan agar negeri senantiasa tentram, makmur, dan subur tanahnya. 

Bagi penganut Hindu sekte Siwaisme, lingga adalah perwujudan Dewa Siwa, sementara yoni adalah perwujudan istrinya Dewi Parwati. Lingga yoni menjadi media yang digunakan dalam ritual pemujaan.

2. Kitab persetubuhan
Kitab persetubuhan yang paling populer di dunia ialah Kamasutra, yaitu teks kuno India berbahasa Sanskerta yang berisi panduan posisi seks, seni menjalani hidup, menemukan pasangan, filsafat cinta, dan aspek-aspek kehidupan lain yang berkaitan dengan emosi manusia. Kitab ini disusun  oleh Bagawan Vatsyayana pada abad ke-3 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada abad ke-19.

Ilustrasi teks Kamasutra
Sumber: Wikipedia

Selain Kamasutra, terdapat juga kitab-kitab persetubuhan lain yang berasal dari nusantara. Kitab-kitab tersebut diantaranya Serat Centhini dan Assikalaibineng.  

Serat Centhini adalah kitab persetubuhan yang berasal dari Jawa berisi 722 syair tentang persoalan-persoalan seksual meliputi pengertian, sifat, kedudukan, fungsi, etika, tata cara, dan gaya bersetubuh. Kitab yang juga dikenal dengan Suluk Tambangraras-Amongraga ini dibuat oleh 3 pujangga Keraton Surakarta yaitu Yasadipura 11, Ranggasutrasna, dan R. Ng. Sastradipura, atas perintah Kanjeng Gusti Amengkunegara II pada tahun 1814-1823

Assikalaibineng sendiri adalah kitab persetubuhan berbentuk naskah lontaraq dari tanah Bugis-Makassar yang diperkirakan berasal dari abad ke-17 dan sudah mendapat pengaruh Islam. Naskah ini berisi panduan membangun rumah tangga, meliputi konsep hubungan seks, teknik rangsangan, doa dan mantra seks, gaya cumbuan dan persetubuhan, teknik sentuhan sensual perempuan, penentuan jenis kelamin anak, pengendalian kehamilan, waktu baik dan buruk berhubungan, tata cara pembersihan tubuh, hingga pengobatan kelamin. 

Assikalaibineng awalnya merupakan sebuah pembelajaran khusus bagi para bangsawan Bugis-Makassar yang diajarkan secara turun-temurun. Naskahnya terserak di berbagai daerah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat hingga akhirnya dikumpulkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia berjudul 'Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis'.

3. Tradisi seks pra nikah
Di Indonesia dikenal sebuah tradisi bernama pergowokan, yang populer terutama di Banyumas pada abad ke-20. Adapun gowok merupakan sebutan untuk seorang ronggeng wanita berumur sekitar 23-30 tahun, yang bertugas sebagai guru untuk memberikan pendidikan rumah tangga dan seks kepada calon pengantin laki-laki dalam tradisi pergowokan. Inti dari tradisi ini ialah pendidikan seksual agar laki-laki sebagai calon kepala rumah tangga lebih siap menjalani kehidupan rumah tangganya dan tidak mendapat malu saat malam pertama.

4. Prostitusi
Prostitusi telah dipraktikkan di berbagai belahan dunia sejak awal peradaban manusia muncul. Setiap negeri lama memiki sebutan berbeda untuk para wanita pekerja seks, antara lain DevadasiKhumbasadi dan Ganika di India, Wa She di Cina, Kizrete di Babilonia, Gisaeng di Korea, Oiran dan Geisha di Jepang. Walau berada di belahan dunia dengan sebutan yang berbeda, mereka memiliki satu kesamaan dalam aspek intelektual. Wanita-wanita ini tidak hanya memiliki kecantikan fisik yang memikat, tetapi juga kecerdasan sehingga tidak jarang menggunakan keahliannya menghibur lelaki dari kelas atas sekaligus memberi pengaruh dalam urusan politik dan diplomatik kenegaraan. Apalagi sebelum menjadi seorang pekerja seks, mereka diwajibkan mengikuti serangkaian pelatihan agar memiliki kemahiran dalam berbagai ilmu dan keterampilan seperti sastra dan kesenian.

Pada masa-masa awal, prostitusi sepertinya sangat terkait dengan kuil, sehingga dikenal istilah pelacuran kuil (temple prostitutes) yang berkembang di Babilonia, Mesir, Palestina, Yunani, dan Romawi kuno. 

Ilustrasi reruntuhan kuil kuno
Sumber: Pixabay

Berdasarkan catatan Sumeria, prostitusi pertama kali hadir sebagai pekerjaan di dunia pada 2400 SM. Di masa itu, prostitusi dilakukan di sebuah kuil di bawah pengawasan seorang pendeta dan merupakan persembahan untuk Dewi Ishtar. Wanita yang bekerja sebagai pelacur dibagi menjadi 3 kelas. Kelas 1 ialah wanita yang hanya boleh melakukan hubungan seksual di dalam kuil. Kelas 2 yaitu wanita yang dibolehkan mengakses halaman dan melayani pengunjung. Dan kelas 3 yaitu wanita yang harus berada di halaman kuil.

Di Yunani kuno, bahkan laki-laki pun terlibat dalam prostitusi. Pada abad ke-6 SM, sebuah kuil didirikan di Athena untuk memuja Aphrodite yang dikenal sebagai dewi kenikmatan seksual. Di kuil tersebut, para pelacur yang digelari Hierodouli akan menyumbangkan uang hasil kerjanya agar dapat memperoleh anugerah sang dewi.

Dalam masyarakat India terdapat 9 jenis pelacur yang diakui diantaranya yaitu GanikaTawaifKhumbasadi, dan Devadasi. Devadasi adalah yang masih eksis sampai saat ini walaupun dengan praktik yang sudah berubah. Devadasi mulai dikenal sejak abad ke-7 M di daerah selatan India. Istilah Devadasi awalnya merupakan praktik keagamaan Hindu dimana anak perempuan terpilih akan dinikahkan dan dipersembahkan kepada Dewa. Seorang Devadasi yang diyakini sebagai makhluk setengah dewa, bertugas untuk merawat kuil, melakukan ritual yang telah dipelajari, mempraktikkan tradisi seni-seni klasik India, selain menghibur Tuhan, para bangsawan, dan lelaki bangsawan melalui tarian dan nyanyian di kuil suci. Sebagai imbalannya, mereka akan dihadiahi harta berlimpah, status sosial tinggi, dan kehormatan. 

Di Indonesia sendiri, prostitusi awal diketahui dari catatan Dinasti Tang Ch'iu-T'ang Shu dan Hsin T'ang Shu pada abad ke-7 M, yang melaporkan bahwa di negara Ho-ling (Jawa) ada sejumlah wanita beracun (pekerja seks).

5. Kontrasepsi
Di masa lalu ketika pengetahuan medis belum berkembang seperti sekarang dan obat bius belum ditemukan, melahirkan merupakan sesuatu yang sangat menyakitkan dan mengancam jiwa. Karena itu, banyak wanita mencari cara menghindari kehamilan jika ingin menikmati seks tanpa kekhawatiran. 

Metode kontrasepsi pertama kali dikembangkan oleh peradaban Mesir kuno. Orang Mesir kuno sebagaimana tertulis dalam sebuah resep berusia 1800 SM, berusaha menghindari kehamilan dengan menggiling tinja buaya bersama madu dan garam, lalu dimasukkan ke dalam vagina. Metode ini juga digunakan di India kuno dan Timur Tengah. Lain lagi dengan orang Romawi dan Yunani kuno yang meminum pil ekstrak tanaman Silphium (sejenis Adas raksasa).

Ilustrasi tanaman Silphium di atas koin cyrene dan tanaman Adas
Sumber: talesoftimesforgotten.com

Demikianlah lima fakta mengenai seks dalam peradaban kuno di berbagai belahan dunia. Semoga bermanfaat.

Diolah dari berbagai sumber

2 komentar:

  1. jadi tau nih , makasih infonya . manfaat banget :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama^-^.
      terimakasih. jangan bosan b'kunjung yaa...

      Hapus

Postingan Populer