Rabu, 12 Desember 2012

Analisis Penyebab Kelapukan dan Identifikasi Bahan dalam Konservasi Benda Cagar Budaya

Analisis dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya (Hoetomo, 2005: 41). Berkaitan dengan konservasi Benda Cagar Budaya (BCB), analisis merupakan salah satu bagian dalam tahap awal konservasi yang meliputi kegiatan penelitian atau studi konservasi.

Analisis dalam konservasi secara garis besar terdiri atas analisis kerusakan dan pelapukan, serta identifikasi bahan. Analisis kerusakan dan pelapukan berfokus pada pengamatan terhadap jenis, faktor, dan proses kerusakan dan pelapukan.

Ilustrasi: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Pelapukan adalah perubahan yang terjadi pada bahan BCB disertai dengan perubahan sifat-sifat fisik (desintegrasi) dan perubahan sifat-sifat kimiawinya (dekomposisi). Pelapukan di setiap daerah berbeda-beda. Di daerah tropis, tebal pelapukan dapat mencapai 100 m, sedangkan di daerah sub tropis pelapukannya hanya beberapa meter saja.

Kelapukan pada BCB disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal yang saling berinteraksi. Faktor internal berkaitan dengan sifat-sifat alami bahan dasar BCB, termasuk juga desain dan konstruksi bangunanFaktor eksternal berkaitan dengan lingkungan tempat BCB berada. 

Berdasarkan sifatnya, faktor eksternal terbagi atas faktor alam (abiotik) dan faktor hayati (biotik). Faktor alam (abiotik) berasal dari unsur tak hidup seperti iklim, curah hujan, suhu, kelembaban, angin, sinar matahari, dan sebagainya. Sedangkan faktor hayati (biotik) berasal dari makhluk hidup seperti mikroorganisme, serangga, jamur, dan sebagainya.

Berdasarkan proses terjadinya, pelapukan dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Pelapukan Fisis (Fisika)
Pelapukan fisis pada BCB berbahan dasar batuan dapat menyebabkan perubahan fisik baik bentuk maupun ukuran. Pelapukan ini umumnya disebabkan oleh:

  • Adanya perbedaan temperatur yang tinggi. Peristiwa ini terutama terjadi di daerah yang beriklim kontinental di daerah gurun. Pada siang hari suhu udara sangat tinggi/panas dan bisa mencapai 50° C, sehingga menyebabkan batuan mengembang. Sebaliknya pada malam hari suhu udara sangat rendah/dingin dan menyebabkan batuan mengerut. Kondisi seperti demikian yang terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan batuan retak-retak bahkan pecah.
  • Adanya pembekuan air di dalam batuan. Jika air membeku maka volume batu akan mengembang dan menimbulkan tekanan, sehingga mengakibatkan batu pecah. Pelapukan seperti ini biasanya terjadi di daerah beriklim sedang.
  • Berubahnya air garam menjadi kristal. Jika air tanah mengandung garam, maka pada siang hari airnya akan menguap dan garam mengkristal. Kristal garam ini sangat tajam dan dapat merusak batuan di sekitarnya, terutama batuan karang di daerah pantai.

Ciri BCB mengalami proses pelapukan fisik ialah terjadi deformasi, pengelupasan, disintegrasi,  higroskopis, dan pemecahan atau defragmentasi. 

2. Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi terjadi karena perubahan komposisi kimiawi yang disebabkan terutama oleh air. Pelapukan jenis ini banyak terjadi di negara dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia. Gejala BCB telah mengalami proses pelapukan kimiawi adalah terjadi oksidasi, reduksi, korosi, endapan, dan sebagainya.

3. Pelapukan Organik
Penyebab pelapukan organik adalah organisme seperti binatang, tumbuhan, dan manusia. Binatang yang dapat melakukan pelapukan diantaranya adalah cacing tanah dan serangga. 

Pengaruh organik oleh tumbuhan dapat bersifat mekanik atau kimiawi. Contoh sifat mekanik yaitu pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah yang dapat merusak benda di sekitarnya. Contoh sifat kimiawi yaitu adanya pengeluaran zat asam untuk memudahkan penyerapan garam oleh akar yang dapat merusak batuan. 

Manusia juga berperan dalam pelapukan melalui aktivitas-aktivitas seperti penebangan pohon, pembangunan, dan penambangan. Ciri sebuah benda mengalami pelapukan jenis ini ialah terjadi dekomposisi dan reaksi biokemis, serta timbul bercak noda.  

BCB terbuat dari berbagai jenis bahan, antara lain batu, bata, kayu, logam, kain, daun lontar, kertas, dan lain-lain. Untuk dapat menganalisis penyebab kelapukan BCB terlebih dulu dilakukan identifikasi bahan. Secara umum identifikasi diarahkan untuk mengetahui bahan dasar, warna, tekstur, mineralogi, bentuk, ukuran, kondisi BCB, serta jenis kerusakan. Setelah itu baru dilakukan analisis lanjutan untuk mengetahui penyebab kerusakan dan menentukan metode pemeliharaan yang tepat.

Referensi

Anonim. 2006. Petunjuk Teknis Perawatan Benda Cagar Budaya Bahan Kayu. Jakarta: Direktorat Peninggalan Purbakala-Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

Anonim. 2007. "Konservasi BCB Bata dan Permasalahannya". Jurnal RELIK, September. Jambi: BP3
Anonim. 2008. "Naskah Kuno Digitalisasi". Kompas, Jumat 10 Oktober, hal. 12. Jakarta: Koran Kompas
Anonim. Tanpa Tahun. Prinsip Konservasi. Tidak Terbit
Santoso, Dukut. 2006. Prinsip-prinsip dan Metodologi Konservasi dan Pemugaran, dalam Laporan Diklat Konservasi dan Pemugaran. Tidak Terbit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer