Sabtu, 12 Januari 2013

Menikah, Sudah Siapkah?

Apakah sebagian besar tetangga, teman seusiamu, atau bahkan saudaramu yang lebih muda sudah menikah? Kamu mulai gelisah, ingin juga menikah, tapi hilal jodohmu tak kunjung terlihat? Tetap tenang! Percayalah, Tuhan sedang menyiapkan yang terbaik untukmu, hanya soal waktu saja.

"Masalahnya, saya tidak tahan lagi ditanya terus, 'kapan menikah?', 'cari jodoh cepat, masa kalah sama adiknya', 'menikahlah cepat, supaya ada yang carikan uang', dan bla-bla-bla!". Cuekin saja! Nanti lama-lama juga bosan sendiri. Mereka tidak bertanggungjawab atas masa depanmu. Tetapi kamu sendirilah yang menentukannya.       

Ilustrasi: pinterest

Selain karena diteror pertanyaan 'kapan menikah?', ada beberapa orang ingin segera menikah karena sudah capek bekerja dan ingin ada yang menafkahi. Ada juga yang ingin lepas dari keluarga yang broken. Tidak jarang juga pernikahan terjadi karena sebuah kecelakaan (married by accident).

Banyak sekali gambaran ideal tentang pernikahan terbentuk di pikiran kebanyakan kita. Misalnya, 'setelah menikah saya akan punya beberapa anak, tinggal di sebuah rumah sederhana, menerima uang belanja setiap bulan dari suami, membina rumah tangga yang indah sampai maut memisahkan'. Sayangnya, realita kadang tak seperti itu. 

Menikah artinya kamu siap mengikat satu hubungan jangka panjang dengan pasanganmu, secara resmi sesuai agama dan hukum yang berlaku. Menikah bukan sekedar resepsi, pesta, berpakaian indah, berfoto-foto. Menikah juga tidak berarti lepas dari persoalan kehidupan, atau ada yang menafkahi (wanita). Justru, setelah menikah, kamu baru akan benar-benar menghadapi kenyataan hidup yang seringkali tidak sesuai harapan. 

Contoh, kamu membayangkan setelah menikah punya anak laki-laki dan perempuan yang lucu menggemaskan. Ternyata, setelah bertahun-tahun menikah anak yang dinanti-nanti itu tak kunjung hadir. 

Contoh lain, saat menikah, suamimu bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji yang lumayan. Ternyata, seminggu setelah kamu menikah suamimu di-PHK. 

Contoh lain lagi, setelah menikah kamu baru mengetahui sifat-sifat buruk pasanganmu atau keluarganya. Ternyata pasanganmu memiliki sangat banyak kebiasaan buruk seperti mendengkur keras kalau tidur, suka kentut, jorok, suka marah-marah, dan lain sebagainya. 

Dan banyak contoh permasalahan-permasalahan setelah menikah yang biasa terjadi. 

Itulah kenapa sering kita dengar ungkapan 'mengarungi bahtera rumah tangga'. Ibarat kata, pernikahan sebagai sebuah perjalanan mengarungi lautan, yang kadang tenang, kadang ada ombak-ombaknya, kadang ada badai-badainya. Rumah tangga adalah bahtera alias kapalnya. Suami dan istri adalah nahkodanya. Agar kapal rumah tangga itu bisa terus berjalan di atas lautan pernikahan tentunya tidak mudah, banyak hal harus disiapkan seperti mental, finansial, dan lain sebagainya. 

Kesiapan mental sangat diperlukan agar jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti contoh-contoh masalah yang sudah disebutkan, pasangan suami istri tahu apa yang harus dilakukan. Tidak mudah tenggelam dalam permasalahan tersebut. 

Kesiapan finansial tentu saja sangat penting. Siap secara finansial bukan berarti harus kaya dulu, atau punya pekerjaan bonafit dulu baru menikah. Siap berarti memahami bahwa setelah menikah ada kebutuhan sandang, pangan, dan papan dari suami dan istri yang harus dipenuhi secara mandiri. Apalagi jika ada anak, kebutuhan sudah pasti bertambah. Sehingga ada usaha yang bisa dilakukan untuk itu. 

Apakah pernikahan membutuhkan cinta satu sama lain? 
Cinta dapat diartikan sebagai sebuah rasa suka, sayang, kasih, kepada seseorang atau sesuatu. Bagi sebagian orang, cinta adalah dasar utama terjadinya sebuah pernikahan. Hidup bersama dalam ikatan pernikahan antara orang yang mencintai dan dicintai tentu saja menjadi dambaan hampir semua manusia. Beruntunglah mereka yang akhirnya menikah dengan orang yang dicintainya dan juga mencintainya. Pertanyaannya, berapa banyak mereka yang bertahan sampai akhir? Berapa banyak mereka yang berpikir telah kehilangan rasa cinta sehingga akhirnya pernikahan berakhir dengan perceraian? Jadi, apakah cinta adalah dasar utama?

Apakah usia menentukan kesiapan?
Di Indonesia, usia minimal laki-laki dan perempuan diizinkan menikah yaitu 19 tahun (UU No. 19/2019). Di bawah usia itu diberikan dispensasi jika ada alasan mendesak disertai bukti pendukung dan mendapatkan izin orang tua/wali salah satu/kedua pasangan.  Negara memberi batasan usia pernikahan sebagai salah satu upaya mengurangi pernikahan dini dan tingkat perceraian yang cukup tinggi. 

Beberapa orang tua berpikir menikahkan anak usia dini (<19 tahun) dapat menyelamatkan sang anak dari hal-hal buruk seperti hubungan seks pranikah. Ada juga yang beralasan agar anak jadi lebih bertanggungjawab. Ada juga yang terpaksa karena alasan ekonomi. Beberapa pernikahan dini terjadi karena murni keinginan sepasang muda mudi ingin menikah di usia muda. Dari sekian alasan-alasan ini, ada yang terbukti berhasil, dan ada juga yang berujung perceraian. 

Orang-orang dengan pikiran lebih maju tidak terlalu mempersoalkan usia. Yang terpenting adalah menemukan pasangan yang tepat. Setelah akhirnya menemukan 'si yang paling tepat' itu, kemudian menikah, bagaimanakah selanjutnya? 

Sejatinya, tidak ada pasangan yang benar-benar sempurna. Akan selalu ada kekurangan dan pasti akan ada perbedaan. Menikah artinya siap belajar menerima kekurangan dan memahami perbedaan. 

Perceraian dalam pernikahan adalah sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Tetapi, perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga tidak selalu berjalan sesuai harapan. Kadang, perceraian menjadi jalan terbaik penyelesaian masalah rumah tangga. Dan selalu yang menjadi korban adalah anak, anak, dan anak. Sekali lagi, anak, anak, dan anak. 

Berpacaran lama agar katanya dapat lebih mengenal pasangan dan keluarganya nyatanya tidak menjamin hubungan setelah menikah bisa selamat dari kata 'cerai'. Karena biasanya setelah menikah barulah terlihat semua sifat-sifat buruk yang tidak terlihat saat masih berpacaran. Walaupun tidak selalu begitu.

Menikah adalah sebuah pengalaman hidup yang indah sebetulnya. Nikmatnya seperti menikmati hidangan makanan, kadang manis, pahit, kecut, asam, pedas, dan banyak rasa-rasa lainnya. Fitrah hidup setiap insan manusia yang membutuhkan pasangan hidup layaknya Adam dan Hawa. Maka, soalnya bukan lagi siap atau tidak siap. Tapi siapkanlah dirimu menerima segala ketentuan dariNya, garis yang sudah ditetapkanNya, yang tidak akan tertukar dan pasti datang menemuimu, jika sudah tiba waktunya. Dan, semoga bahagia selalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer